Partai Ummat

Amien Rais buat partai politik. Ummat, begitu namanya. Sontak teringatlah kepada majalah Al-Imam yang terbit pada 1906 di Singapura. Dari majalah berbahasa Melayu dan berhuruf Arab-Melayu ini kita akan terhantar kepada Partai Ummah di Mesir.

Partai Ummah (Hizb al-Umma) didirikan pada 1907 di Kairo oleh Ahmed Lutfi el-Sayed. Michael Laffan, dalam bukunya “Islamic Nationhood and Colonial Indonesia, The Umma Below the Winds” (2002), menyebutkan bahwa identifikasi ummat oleh partai tersebut serupa dengan identifikasi ummat oleh majalah Al-Imam.

Al-Imam sendiri adalah media yang cukup keras. Pada edisi 12 jilid II yang terbit pada Juni 1908, editorialnya menulis: “Al-Imam adalah musuh yang amat bengis bagi sekalian bid’ah dan khurafat dan ikut-ikutan dan adat yang dimasukkan orang pada agama”. Sementara pada edisi pembukanya, salah seorang pendirinya menulis: “Al-Imam bertujuan untuk mengingatkan mereka yang telah lupa, membangkitkan mereka yang sedang tertidur, membimbing mereka yang tersesat, dan memberikan suara kepada mereka yang berbicara dengan kebijaksanaan (hikmah).”.

Dalam buku “Ayahku”, Tok Haji Abdul Malik Karim Amrullah, atau Hamka, sampai bilang, “Itulah dia Al-Imam”.

Sebagai media Islam yang kuat, Al-Imam tentu saja juga mengandung semangat anti pendudukan. Dalam mengidentifikasi wathan yang kala itu sedang diduduki/dipengaruhi Eropa, ia tak memandang berdasarkan mana yang dijajah siapa. Baginya, Inggris, Belanda, maupun Spanyol adalah sama. Neracanya disandarkannya kepada ikatan Islam. Dan wathan tertindas itu adalah bangsa atau ummat Melayu.

Laffan menulis bahwa identifikasi itu terserak di majalah Al-Imam dengan istilah macam “umat Timur”, “umat Melayu”, “umat Islam kita di sini”, atau “umat kita sebelah sini”.

Kerna neracanya disandarkan kepada Islam, ia tak mengikuti jalan berpikir kolonial. Ini membuatnya berbeda dengan beberapa media, seperti Bintang Hindia yang terbit di Batavia. Media India/Hindia ini, yang meskipun bahasanya sama tapi berhurufkan Rumi/Latin, menyatakan wathannya adalah wilayah dimana Belanda ada di kepulauan ini, yang dalam sudut pandang Belanda disebut sebagai India, atau India-nya Belanda.

“Yet, unlike Bintang Hindia’s clear claims to loyalty for the tanah air of the Netherlands Indies, al-Imam was unable to be specific about where exactly the watan of the Malays lay…,” tulis Laffan.

Identifikasi ‘wathan yang tertindas’ sebagai ‘umat Timur’, ‘umat Melayu’, ‘umat Islam kita di sini’, atau ‘umat kita sebelah sini’ inilah yang dipandang oleh Laffan sebagai serupa dengan Partai Ummah. Ini baru nuansa dari segi nama yang agaknya cukup menggetarkan. Apakah ia, yang lagi-lagi datang dari Batavia/Jakarta, datang untuk mengeraskan cambukan terhadap sapi-sapi perah, terhadap ummat Melayu yang lama menyimpan luka? Seharusnya tidak.

Ditulis pada 2020

2 thoughts on “Partai Ummat

Leave a comment